Beranda · Menu · Kajian Bahasa Arab Dasar · Sastra Arab Makalah-Makalah

AKHLAQ ETIKA DAN MORAL

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebehagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)      Pengertian dan sumber akhlak ?
2)      Pengertian dari etika ?
3)      Pengertian moral ?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Untuk mengetahui pengertian dan sumber akhlak
2)      Untuk mengetahui pengertian dari etika
3)      Untuk mengetahui pengertian moral

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Akhlaq
A.    Penegertian Akhlaq
Secara etimologis kata akhlaq berasal dari bahasa arab khuluq yang jamaknya akhlaq. Menurut bahasa, adalah perangai, tabia’at dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khaliq yang berarti “kejadian”, serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan makhluq yang berarti “yang diciptakan”.
Secara terminologi ada beberapa definisi tentang akhlaq, diantaranya menurut Imam Al-Ghazali akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[1]
Jadi akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Jika baik menurut pandangan akal dan agama, tindakan spontan itu dinamakan akhlaq yang baik, sebaliknya jika tindakan spontan itu buruk disebut akhlaq al-akhlaq madzmumah.
Contohnya, bila seseorang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan masjid setelah mendapat dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang keutamaan membangun masjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar, dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia tidak akan menyumbang atau kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah sedikit. Tapi manakala tidak ada doronganpun dia tetap menyumbang, kapan dan dimana saja, barulah bisa dikatakan dia mempunyai sifat pemurah.[2]


B.     Sumber Akhlaq
Akhlaq bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Maksudnya, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena syara’ (Al-Qur’an dan Sunnah). Segala sesuatu yang baik menurut Al-Qur’an dan Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut Al-Qur’an dan Sunnah, berarti tidak baik dan harus dijuhi.
2.      Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahas indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut Ahmad Amin etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.[3]
St. John Of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[4]
Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa dibedakan manjadi dua yaitu obyektivisme dan subyektivisme.
a)      Obyektivisme
Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang disebut faham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu.

b)      Subyektivisme
Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bisa saja berupa subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subyek Tuhan.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, obejek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

3.       Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin mores, kata jama’ dari mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia moral diterjemahkan sebagai susila. Moral artinya sesuai sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, yang baik dan wajar,  sesuai dengan ukuran tindakan yang oleh umum diterima, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Sementara itu, menurut E. Sumaryono, moralitas adalah kualitas yang terkandung dalam perbuatan manusia, yang dengannya, kita dapat menilai perbuatan itu benar atau salah, baik atau jahat. Moraitas dapat bersifat objektif dan subjektif. Moralitas objektif adalah moralitas yang diterapkan pada perbuatan sebagai perbuatan, terlepas dari modifikasi kehendak pelakunya. Adapaun moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang suatu perbuatan ditinjau dari kondisi pengetahuan dan pusat perhatian pelakunya, latar belakangnya, training, stabilitas emosional, serta perilaku personal lainnya.
Pengertian moral dijumpai pula dalam The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut:
1)      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2)      Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3)      Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberika batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.
Dalam perkembangan selanjutnya istilah moral sering pula didahului oleh kata kesadaran, sehingga menjadi istilah kesadaran moral. Ahmad Charris Zubair dalam bukunya berjudul Kuliah Etika mengatakan bahwa kesadaran moral merupakan faktor penting untuk memungkinkan tindakan manusia selalu bermoral, berperilaku susila, dan perbuatannya selalu sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral ini didasarkan atas nilai-nilai yang benar-benar essensial, fundamental.
Kesadaran moral mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral. Perasaan ini telah ada dalam setiap hati nurani manusia, siapa pun, kapan pun dan dimana pun. Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal. Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Jadi kesimpulannya, moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.

4.      Perbedaan dan Persamaan Akhlak, Etika dan Moral
A.    Persamaan
Pertama, akhlak, etika dan moral mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan perangai yang baik.
Kedua, akhlak, etika dan moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya.
Ketiga, akhlak, etika dan moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, statis dan konstan tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang.
B.     Perbedaan
a)      Akhlak tolak ukurnya adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b)      Etika tolak ukurnya adalah pikiran atau akal.
c)      Moral tolak ukurnya adalah norma yang  hidup di masyarakat. 


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk,layak atau tidak layak,patut maupun tidak patut.
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
Ketiga hal tersebut (etika, moral dan akhlak) merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
B.     Saran
Dan diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat menerapkan etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W, setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI. 2007
K. Bertens. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2000
Abuddin, Nata. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2013
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2013
http://www.wikipedia.org





[1] Rosihon Anwar, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 13-14.
[2] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI, 2007) Cet 9, hlm. 1-3.
[3] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 75-76.
[4] K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 25

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "AKHLAQ ETIKA DAN MORAL"

Post a Comment