BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Berdasarkan pada pentingnya peranan
tauhid dalam kehidupan manusia maka wajib bagi setiap muslim mempelajarinya.
Tauhid bukan sekedar mengenal dan
mengerti bahwa pencipta alam semesta alam ini adalah Allah, bukan sekedar
mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud-Nya dan bukan pula
sekedar mengenal Asma dan Sifat-Nya.
Dari sini timbullah pertanyaan “Apakah hakikat tauhid itu?”
Mengenai hal tersebut dijelaskan
oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya “Kitabuttauhid” mengatakan
bahwa tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya adalah
menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan penuh rasa rendah
hati, cinta, harap dan takut kepada-Nya. (Muhamad, 1426 H: 5)
Berdasarkan kutipan diatas, penulis
dapat menyimpulkan bahwa tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan
bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang
dilakukan.
Keadaan umat islam dengan bentuk
amaln dan kepercayaan pada masa kini yang banyak menympang dari makna tauhid
telah mendorong penulis mengmbil judul “Memurnikan Keesaan Allah” guna
meningkatkan umat agar kembali kepada tauhid yang murni.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan tauhid?
1.2.2 Bagaimana makna tauhid berdasarkan makna Laa Ilaaha
Illallah?
1.2.3 Apa saja macam-macam
tauhid?
1.2.4 Bagaimana keutamaan tauhid berdasarkan kalimat Laa Ilaaha
Illallah?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Pembahasan
1.3.1.1 Untuk mengetahui pengertian
tauhid.
1.3.1.2 Untuk mengetahui makna tauhid.
1.3.1.3 Untuk mengetahui
dan memahami pembagian tauhid.
1.3.1.4 Untuk mengetahui keutamaan tauhid.
1.3.2 Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas mata pelajaran
Bahasa Indonesia.
1.4
Manfaat
1.4.1
Karya yang bisa bermanfaat dalam memperkaya khazanah keilmuan
bahasa Indonesia.
1.4.2
Karya ilmiah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran
bahasa Indonesia.
1.5
Metode
Metode
yang digunakan penulis dalam menyusun makalah ini adalah kajian pustaka dan
deskriptif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teoritis
Dalam kamus umum bahasa Indonesia kata
murni memiliki 2 arti yakni suci dan bersih (Poerwadarminta, 664: 2002).
Berdasarkan pendapat diatas penulis
dapat menyimpulkan bahwa murni adalah suatu sifat yang menandakan bahwa suatu
hal itu bersih akan sifat kotor.
Sedangkan memurnikan berarti
menyucikan (Poerwadarminta, 664: 2002). Tentu saja yang dimaksud adalah
menjauhkan sesuatu dari hal-hal yang bersifat kotor sehingga sifat tersebut
dikatakan suci dan bersih tanpa tersentuh oleh sifat kotor sedikitpun.
Menurut W.J.S Poerwadarminta dalam
kamus besar umum bahasa Indonesia mengatakan bahwa esa adalah tunggal dan satu
(Poerwadarminta, 278: 2002). Dan berdasarkan tim penyusun kamus pusat
pengembangan dan pembinaan bahasa, keesaan adalah sifat yang satu.
Sehinggga penulis dapat menyimpulkan
bahwa keesaan adalah sifat tunggal yang melekat pada sesuatu sehingga tidak ada
sesuatu pun yang dapat meyandingi dan menyekutukannya.
Kata Allah memiliki arti roh yang
maha sempurna yang menciptakan alam semesta (Poerwadarminta, 32: 2002).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Allah
adalah dzat yang Maha Sempurna yang menciptakan alam semesta dan isinya.
2.1 Uraian Pembahasan
2.2.1 Pengertian Tauhid
Tauhid menurut
etimologi adalah bentuk masdar dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhiidan
yang artinya menjadikan sesuatu menjadi satu. Jadi tauhid menurut bahasa adalah
memutuskan bahwa sesuatu itu satu. Sedangkan menurut terminology tauhid adalah
mengesakan Allah dan menunggalkan-Nya sebagai satu-satunya Dzat pemilik rububiyah,
uluhiyah, asma’ dan sifat.
Tauhid menurut
Syekh Muhamad bin Abdul Wahab adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi
kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan atas setiap amal yang
dilakukan.
Jadi setiap
ibadah dan amal perbuatan manusia yang tidak dilandasi tauhid tidak akan
diterima oleh Allah SWT, dan apabila setiap amal perbuataanya itu sesuai dengan
ajaran tauhid maka hal tersebut akan menghantarkan manusia kepada kehdupan yang
baik dan hakiki di akhrat nanti. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
An-Nahl ayat 97:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ
حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا
يَعْمَلُونَ {97}
“Barang siapa
yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik, dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Menurut imam
Qusaery didalam kitabnya “Ar-Risalatu Qusaery fi ‘Ilmi Tashawuf” tauhid itu
adalah suatu hukum bahwasanya Allah itu satu, dan suatu ilmu bahwasanya sesuatu
hal itu satu.
Dan menurut
‘Abdurrahman bin Tsaqof didalam kitabnya “Durusul ‘Aqaid” tauhid itu adalah
menjadikan segala sesuatu itu satu, dan menurut istilah adalah suatu ilmu yang
mana dengan ilmu tersebut bisa diketahui perkara-perkara yang wajib, jaiz, dan mustahil
dalam hak Allah SWT dan hak para rasul-Nya.
Dengan demikian
tauhid merupakan suatu hukum atau ilmu yang menunjukan bahwa Allah itu satu
atau esa tidak ada sekutu bagi-Nya dan merupakan pegangan pokok atas setiap
amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
2.2.2 Makna Tauhid Berdasarkan
Makna Laa Ilaaha Illallah
Dalam “kitab tauhid dan makna syahadatain”
makna laa ilaaha illallah adalah
tidak ada yang disembah di langit dan di bumi kecuali Allah semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Sesuatu yag disembah dengan bathil banyak jumlahnya tapi yang
hak disembah hanya Allah saja. Allah SWT berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ
هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ {62}
“(kuasa Allah) yang demikian
itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang Haq dan sesungguhnya
apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya
Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Al-Hajj: 62)
Jadi kalimat laa
ilaaha illallah bukan berarti “tidak ada pencipta selain Allah” sebagaimana
yang disangka sebagian orang, karena sesungguhnya orang-orang kafir quraisy
dahulu mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah SWT,
akan tetapi mereka mengingkari penghambaan seluruhnya milik Allah SWT semata
tidak ada yang menyekutukannya. Sebagaimana firman Allah SWT:
أَجَعَلَ
اْلأَلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَىْءٌ عُجَابٌ {5}
“mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini satu hal yang sangat
mengherankan” (Shaad: 5)
Dapat dipahami
dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada selain Allah adalah
batal. Artinya bahwa ibadah semata-mata hanya untuk Allah SWT.
Ibnu Rajab
berkata “sesungguhnya hati yang memahami laa ilaaha illallah dan
membenarkannya akan tertanam kuat sikap penghambaan kepada Allah semata dengan
penuh penghormatan, rasa takut, cinta, pengharapan, pengagungan dan tawakal
yang semua itu memenuhi ruang hatinya dan didingkirkannya penghambaan terhadap
delain-Nya dari para makhluk. Jika semua itu terwujud maka tidak akan ada lagi
rasa cinta, keinginan dan permintaan selain apa yang dikehendaki Allah serta
apa yang dicintai-Nya dan dituntut-Nya.
Jadi makna laa
ilaaha illallah adalah berlepas diri dari semua ibadah terhadap selain
Allah baik dengan meminta syafa’at ataupun pertolongan, serta mengesakan Allah
dalam beribadah, itulah petunjuk dan agama yang haq yang karenanya Allah
mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Adapun orang yang
mengucapkan laa ilaaha illallah tanpa memahami maknanya dan mengamalkan
kandungannya, atau pengakuan seseorang bahwa dia termasuk orang bertauhid
sedangkan dia tidak mengetahui tauhid itu sendiri bahkan justru beribadah
dengan ikhlas kepada selain Allah dalam bentuk do’a, takut, menyembelih, nazar,
meminta pertolongan, tawakal, serta yang lainnya dari berbagai bentuk ibadah,
maka semua itu merupakan hal yang bertentangan dengan tauhid.
2.2.3 Macam-Macam Tauhid
Tauhid terbagi 3 bagian yaitu :
a. Tauhid
rububiyah
Tauhid
rububiyah adalah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan penguasa seluruh alam kecuali
Allah yang menciptakan mereka dan memberinya rezeki. Sedangkan menurut
Abdurrahman bin Nasr As-Sa’di tauhid rububiyah adalah mengetahui terhadap
esa-Nya Tuhan dengan segala penciptaan, rizki, tadbir dan pengetahuan.
Dilihat dari
konteks linguistic kata رب mengandung beberapa maksud sebagai berkut:
1)
Pemeliharaan anak atau pemeliharaan kebun.
Maksudnya Ia
menjaga dari segala kesusahan karena Ia bertugas sebagai pemelihara, penjaga
dan pengasuh segala urusan yang berhubung dengan anak dan kebun.
2)
Pemimpin atau pembela umat
3)
Majikan yang menjaga dan mengawasi rumah atau memilikinya juga
digunakan sebagai peternak atau gembala.
Maksudnya
adalah fungsinya ada pertalian dengan fungsi seorang raja yang bertugas untuk
mengawasi, memerintah, mendidik serta membela. Jadi apabila kata Rabb
digunakan untuk Dzat Illahi, maka hakikatnya Allah SWT itu raja bagi
setiap makhluk.
Jadi dari istilah
syara’ tauhid rububiyah bermaksud untuk mentauhidkan Allah pada mencipta alam, mengurus
dan mentadbirkannya, memiliki, memelihara, menghidupkan, mematikan dan
seterusnya. Yang mana didalamnya terkandung juga beriman kepada qadar.
Dalam tauhid
ini juga orang-orang musyrik menyatakan bahwa Allah semata yang Maha Pencipta,
Penguasa, Pengatur, yang Menghidupkan dan Mematikan dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 61 yang
artinya “dan sesungguhnya jika kamu katakana kepada mereka: “siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukan matahari dan bulan?” tentu mereka
akan menjawab: “Allah” maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan
yang benar).”
Akan tetapi
pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat mereka masuk islam dan tidak
membebaskan mereka dari api neraka serta tidak melindungi harta dan darah
mereka, karena mereka tidak mewujudkan tauhid uluhiyah, bahkan mereka
menyekutukan Allah dan berpaling pada- Nya.
b. Tauhid uluhiyah
Tauhid uluhiyah
adalah tauhid ibadah, artinya mengesakan Allah dalam seluruh amalan ibadah yang
Allah perinahkan. Dan ada juga yang memberikan pengertian bahwa tauhid uluhiyah
adalah dengan ikhlas memberikan kepada Allah, dengan mahabbah kepada-Nya, dengan khauf kepada-Nya, raja’, ragbah,
tawakal dan rahbah hanya kepada Allah.
Jadi manusia
tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada selain Allah, baik itu
kepada para Nabi, malaikat ataupun para wali yang sholeh dan tidak pula pada
makhluk yang ada. Karena ibadah tidak sah kecuali jika hanya untuk Allah.
Kesimpulannya
adalah seseorang harus berlepas diri dari penghambaan kepada selain Allah,
menghadapkan hati sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah.
b. Tauhid asma’
dan sifat
Tauhid asma’ dan sifat adalah percya dan
mengakui segala nama dan sifat Allah SWT secara ijmal dan tafsil
menurut apa yang telah diberitahu dalam al-qur’an dan oleh Rasulullah SAW.
Menurut Abdullah khoidir tauhid asma dan sifat adalah beriman bahwa Allah Ta’ala
memiliki dzat yang tidak serupa dengan berbagai dzat yang ada, serta memiliki
sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang sama.
Menurut Manhaj
Ahlus Sunnah Waljama’ah dalam bab asma’ dan sifat Allah, yaitu mensifatkan
Allah dengan sifat-sifat yang telah ditetapkan-Nya untuk diri-Nya atau yang
telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW tanpa tamtsil, ta’wil, takyif (menanyakan
bagaimana) dan tasybih.
Dengan
demikian tauhid asma’ dan sifat berarti menetapkan apa yang telah Allah
tetapkan untuk diri-Nya dalam kitab-Nya atau apa yang telah ditetapkan oleh
Rasul-Nya SAW dengan penetapan yang layak tanpa ada penyerupaan dengan
sesuatupun, tidak juga memisalkannya atau meniadakannya, tidak merubahnya,
tidak menafsirkannya dengan penafisran yang lain dan tidak menanyakan bagaimana
hal-Nya. Kita tidak boleh berusaha baik dengan hati kita, perkiraan kita, hati
kita untuk bertanya-tanya tentang bagaimana sifat-sifat-Nya dan juga tidak
boleh menyamakan sifat-sfat-Nya dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
2.2.4 Keutamaan Tauhid
Berdasarkan Kalimat Laa Ilaaha Illallah
Dalam “kitab
tauhid dan makna syahadatain” diantara keutamaan mengucapkan Laa Ilaaha
Illallah adalah bahwa orang yang
mengucapkannya dengan ikhlas semata-mata karena
mencari ridho-Nya maka Allah haramkan baginya api neraka. Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW yang artinya sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi
siapa yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah semata-mata karena mencari
ridho Allah (Muttafaq Alaih).
Banyak juga
orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan dasar ikut-ikutan atau
adat semata sementara keimanan tidak meresap kedalam hatinya. Orang-orang
seperti merekalah yang banyak mendapatkan fitnah saat kematiaanya dan saat di
kubur. Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits “saya mendengarkan manusia
mengatakannya, maka saya mengatakannya” (H.R Ahmad dan Abu Dawud).
Dengan demikian
orang yang bertauhid dan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah dengan
ikhlas dan penuh keyakinan maka dia tidak akan mungkin berbuat dosa terus
menerus, karena kesempurnaan keikhlasan keyakinan menuntutnya untuk menjadikan
Allah sebagai sesuatu yang dicintainya dari segala sesuatu, maka tidak ada lagi
di dalam hatinya keinginan terahad apa yang diharamkan Allah dan membenci
apa-apa yang dilarang oleh Allah. Hal seperti itulah yang membuatnya diharamkan dari api neraka
meskipun dia melakukan dosa sebelumnya, karena keimanan, taubat, keikhlasan,
kecintaan dan keyakinannya membuat dosa yang ada padanya terhapus bagaikan
malam yang menghapus siang.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Tauhid merupakan suatu hukum atau
ilmu yang menunjukan bahwa Allah itu satu atau esa tidak ada sekutu bagi-Nya
dan merupakan pegangan pokok atas setiap amal perbuatan yang dilakukan.
Makna laa ilaaha illallah adalah
berlepas diri dari semua ibadah terhadap selain Allah baik dengan meminta
syafa’at ataupun pertolongan, serta mengesakan Allah dalam beribadah, itulah
petunjuk dan agama yang haq yang karenanya Allah mengutus para Rasul dan
menurunkan kitab-kitab-Nya.
3.2 Saran
Makalah ini bukanlah
karya yang sempurna karena masih memiliki
banyak kekurangan, baik dalam hal ini maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Awang, Haji Abdul Hadi. 1992. Beriman Kepada Allah: GG Edar.
Urwah, Abu. 1986. Risalah Ursah Jilid I: Pustaka Alam.
Muhammad, Syekh. 1426 H. Kitab Tauhid. Rabwah: Islamic
Propagation Office.
Muhammad, Syekh. Syarhu Usulil Imani.
Haidir, Abdullah. At-Tauhidu wa Ma’na Syahadatain wa
Yaliiha Nawaqidul Islami.
Fauzan, Syekh Sholih. Ahammiatu At-tauhid.
Poerwadarminta. 2002. Kamus Besar Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Belum ada tanggapan untuk "TAUHID"
Post a Comment