Strukturalisme Robert Stanton Analisis Cerpen "Daulatu al-‘Ashafiir” Karya Taufik Al-Hakim
1. PENGANTAR
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Struktur yang
kompleks ini terdiri dari berbagai unsur. Bagian-bagian (unsur-unsur) karyasastra itu
mempunyai makna dalam hubungannya dengan yanglain dan keseluruhannya.
Nurgiyantoro mengemukakan bahwa karya sastra adalah sebuah
totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya.
Unsur-unsur yang terdapan dalam karya sastra terbagi menjadi unsur-unsur
ekstrinsik dan intrinsik.
Karya sastra memiliki beberapa jenis (genre). Diantara jenis
karya sastra tersebut yaitu cerita pendek (cerpen). Cerpen dalam kesusastraan
Arab dikenal dengan istilah qiṣṣah qaṣīrah. Edgar Allan mengemukakan
bahwan cerpen adalah karya sastra yang selesai dibaca dalam sekali duduk,
kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Cerita pendek dapat pula
dibagi dalam tiga kelompok, yakni cerita pendek biasa, cerita pendek yang
panjang dan cerita pendek yang pendek.
Salah satu contoh cerpen Arab adalah “Daulatu al-‘Ashafiir” karya
Taufik al-Hakim yang terdapat dalam antologi “Arini Allah”. Cerpen ini menjadi
menarik untuk dibahas karena menceritakan tentang pembelajaran yang diberikan seorang
ayah kepada anak burung akan pengalaman hidupnya menghadapi sifat manusia yang
malas nan tamak.
Sebagai bentuk karya sastra, cerpen “Daulatu al-‘Ashafiir” merupakan
sebuah struktur yang dibangun dari unsur-unsur yang saling berkaitan dan
bermakna. Oleh karena itu, untuk mengetahui unsur-unsur yang membangun dan
makna yang terkandung di dalam cerpen “Daulatu al-‘Ashafiir” digunakan
analisis struktural Robert Stanton.
2. LANDASAN TEORI
Penelitian
unsur-unsur intrinsik cerpen “Daulatu al-‘Ashafiir” ini akan menggunakan teori
analisis struktural. Teeuw mengatakan bahwa teori struktural adalah teori yang
memandang bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri dari
unsur-unsur intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi dan saling berkaitan.
Robert Stanton
membagi unsur intrinsik karya sastra menjadi tiga bagian, yaitu fakta
cerita (fact), tema (theme) dan sarana cerita (literary
devices). Menurut Stanton, fakta cerita adalah elemen-elemen yang berfungsi
sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Fakta cerita terdiri
atas karakter (character), alur (plot), dan latar (setting).
Dalam karakter
(tokoh penokohan), istilah tokoh dapat digunakan untuk menujuk pelaku dalam
sebuah cerita. Tokoh adalah pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya lewat
alur, baik sebagai pelaku maupun penderita atas rangkaian berbagai peristiwa
yang diceritakan. Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah
cerita. Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,
semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Tema merupakan gagasan yang mendasari dalam penulisan cerita. Tema
juga dapat diartikan sebagai unsur yang relevan dengan setiap peristiwa dan
detail sebuah cerita. Unsur tersebut diungkapkan secara implisit melalui
peristiwa dan detail cerita yang dialami tokoh.
Sarana cerita adalah metode (pengarang) dalam memilih dan menyusun
detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Sarana cerita terdiri atas
judul (title), sudut pandang (point of view),
gaya (style and tone), simbolisme (symbolism), dan
ironi (irony).
Sudut pandang adalah posisi yang menjadi dasar berpijak pembaca
dalam melihat peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Simbolisme adalah salah
satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi. Gagasan dan emosi terkadang
tampak nyata, padahal sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan
sulit dilukiskan.
Ironi adalah salah satu cara yang menunjukan bahwa sesuatu dalam
cerita berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Gaya adalah cara
pengarang dalam menggunakan bahasa. Gaya juga dapat mempunyai kaitan dengan
maksud dan tujuan sebuah cerita.
Analisis ini akan membahas unsur-unsur intrinsik yang akan
diurutkan sesuai dengan teori Robert Stanton yang dikemukakan diatas.
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian cerpen ini adalah
metode analisis struktural. Analisis struktural adalah analisis yang menekankan
pada unsur-unsur intrinsik karya sastra (Nurgiyantoro, 2013:60). Menurut Teeuw (2013:106),
tujuan analisis struktural adalah untuk mengungkap dan memaparkan secermat,
seteliti, dan semendalam mungkin tentang keterkaitan semua unsur dan aspek
karya sastra yang secara bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh dan
dapat dipahami.
4. PEMBAHASAN
A. Fakta Cerita
Fakta cerita terdiri atas karakter, alur, dan latar.
1) Karakter
Karakter dapat diartikan sebagai tokoh dan juga sebagai penokohan. Dalam
sebuah cerita biasanya terdapat dua tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah ayah burung dan anaknya. Hal
ini karena tokoh ayah burung dan anaknya banyak diceritakan dalam cerpen
tersebut. Hal ini membuat tokoh ayah burung dan anaknya mendominasi cerita.
Tokoh ayah burung dan anaknya juga paling banyak berhubungan dengan tokoh lain.
Tokoh ayah burung dan anaknya menjadi pusat konflik dalam cerita sehingga
sangat mempengaruhi perkembangan alur.
Tokoh ayah burung adalah burung yang telah memiliki pengalaman dan
pengetahuan hidup yang banyak. Hal ini dideskripsikan oleh pengarang dalam
beberapa percakapan dalam cerpen tersebut dengan anaknya. Berikut diantara
kutipan percakapannya:
قالعصفورصغيرلأبيهذاتيوم :
_ ألسنانحنياأبتخيرالمخلوقات؟
...
فهزالعصفورالكبيررأسهوقال :
_ هذاشرفلاينبغيلناأنندعيه
, هنالكمنيزعملنفسههذاالحق ...
_ منهوياأبت؟
...
_ الإنسان
...
“Pada suatu hari, seekor burung kecil bertanya
kepada ayahnya: “Ayah, bukankah kita adalah sebaik-baiknya makhluk yang
diciptakan Allah?” Ayahnya-pun menggelengkan kepala dan berkata: “Ini merupakan
kemuliaan yang telah Allah berikan kepada kita. Dan kita tidak boleh untuk
melupakannya. Akan tetapi, nun jauh di sana, masih ada makhluk Allah lainnya
yang mengaku lebih berhak untuk mendapatkan kehormatan tersebut.” Dengan
penasaran, si burung kecil bertanya: “Siapakan mereka ayah...?” Sang ayah
menjawab: “Manusia.”
Dan juga sang Ayah memiliki sifat pandai dan cerdik dalam
menghadapi masalah. Hal ini terlihat dari percakapan antara sang ayah dengan
laki-laki manusia yang menangkapnya. Berikut diantara kutipan percakapannya:
فقالالعصفورالماكر :
_ إنىلاأشبعكمنجوع,
ولكننىأستطيعأنأعطيكماهوأنفعمنأكلي
_ ماذاتعطنى؟
...
_ ثلاثحكم, إذاتعلمتهانلتبهاخيراكثيرا
...
_ اذكرهالي..
_ ليشروط : الحكمةالأوليأعلمكإياهاوأنافييدك
, والحكمةالثانيةأعلمكإياهاإذاأطلقتنى , والحكمةالثالثةأعلمكإياهاإذاصرتعليالشجرة
“Si burung yang tengah bersandiwara itu-pun berkata: “Bukankah aku
tidak akan dapat membuatmu kenyang. Dengarkanlah, aku memiliki sesuatu yang
lebih bermanfaat bagimu daripada harus memakanku.” Dengan penasaran, laki-laki
tadi bertanya: “Apa yang akan kau berikan kepadaku?” Burung tadi menjawab: “Aku
akan memberitahukanmu tiga hal. Seandainya kamu mendapatkannya, kamu akan
mendapatkan untung yang sangat banyak.” Si lakilaki tadi berkata: “Sebutkan,
apa itu?” Burung tadi berkata: “Sebelum memberitahukanmu, tentu saja aku
memiliki syarat-syarat. Hikmah pertama, aku akan beritahukan kepadamu, ketika
aku berada di tanganmu. Hikmah ke dua hanya akan aku beritahukan kepadamu,
seandainya kamu mau melepaskanku. Dan hikmah ke tiga, hanya akan aku ajarkan,
ketika aku telah berada di atas pohon.”
Tokoh anak burung memiliki
sifat ingin tahu yang besar akan sesuatu yang belum diketahuinya. Hal ini
terlihat dari berbagai pertanyaannya terhadap ayahnya. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan percakapan diatas.
Tokoh tambahan
dalam cerpen ini adalah manusia. Manusia merupakan ciptaan yang paling sempurna
nan mulia. Hal ini terlihat dari penggalan cerpen berikut:
هذاشرفلاينبغيلناأنندعيه , هنالكمنيزعملنفسههذاالحق
...
_ منهوياأبت؟
...
_ الإنسان
...
“Ini merupakan kemuliaan yang telah Allah
berikan kepada kita. Dan kita tidak boleh untuk melupakannya. Akan tetapi, nun
jauh di sana, masih ada makhluk Allah lainnya yang mengaku lebih berhak untuk
mendapatkan kehormatan tersebut.” Dengan penasaran, si burung kecil bertanya:
“Siapakan mereka ayah...?” Sang ayah menjawab: “Manusia.”
Manusi juga memiliki sifat yang tamak. Hal ini terlihat dari
penggalan cerpen berikut:
لأنفيجوفهشوكةتخزهدائماوتعذبه
...
_ يالهمنمسكين
!... ومنالذيوضعفيههذهالشوكة؟ ...
_ هونفسهبيده ...
هذهالشوكةتسمىالجشع ..
“Karena, di dalam perutnya terdapat duri yang selalu menusuk dan
membuat mereka tersiksa.” Dengan sangat terharu, si anak berkata: “Kasihan
sekali! Siapa yang berani meletakkan duri tersebut di dalam perutnya?” Sang
ayah menjawab: “Diri mereka sendiri. Duri tersebut dinamakan dengan ketamakan.”Dan
juga sifat ini dapat terlihat dari kutipan percakapan diatas antara sang ayah
dan manusia yang menangkapnya.
2) Alur
Alur dalam
cerpen ini akan dianalisis menggunakan pendapat yang dikemukakan
oleh Tasrif yang membagi alur menjadi lima tahapan, yaitu tahap
penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap
peningkatan konflik, tahap klimaks dan tahap
penyelesaian.
Dalam cerpen ini,
tahap penyituasian terdapat dalam paragraf pertama dan kedua. Tahap
penyituasian berisi pengenalan latar tempat dan pengenalan tokoh utama. Latar
tempat yang dikenalkan adalah sebuah negeri yang menakjubkan tempat tinggal
tokoh tokoh utama yaitu ayah burung dan anaknya.
Tahap pemunculan
konflik terdapat dalam paragraf kedua sampai paragraf delapan. Pemunculan
konflik terlihat ketika keingintahuan tokoh anak burung yang bertanya kepada
ayahnya tentang sebaik-baiknya makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Tahap peningkatan
konflik terdapat pada paragraf Sembilan dansepuluh. Peningkatan konflik
terlihat ketika sang ayah ingin membuktikan betapa tamaknya sifat manusia dan
cara menghadapinya ketika bertemu dengan manusia.
Tahap klimaks terdapat pada paragraf dua belas samapi enam belas.
Klimaks dari cerpen ini terlihat ketika sang ayah burung berniat ingin
membuktikan semua perkataannya adalah benar kepada anaknya. Sang ayah burung
pun pura-pura jatuh didekat seoranglaki-laki manusia berada. Dan laki-laki
manusia tersebut mengambilnya serta berniat untuk membunuhnya serta memakannya.
Akan tetapi, sang ayah mampu mengatasi masalah tersebut dengan kecerdikannya
serta pengalamannya mengamati gerak-gerik dan sifat manusia, dengan memberikan
sebuah iming-iming sesuatu yang lebih bermanfaat dan memberikan syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh manusia.
Tahap penyelesaian ini terdapat pada paragraf delapan belas dan
Sembilan belas. Tahap penyelesaian ini terlihat ketika sang ayah burung
membuktikan perkataanya kepada anaknya akan ketamakan manusia. Sehingga bisa
tertipu oleh tipu muslihat sang ayah yang mampu membodohi seorang manusia.
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa cerpen ini menggunakan
alur lurus atau progresif.
3) Latar
Menurut Nurgiyantoro, unsur latar dibedakan menjadi tiga unsur
pokok, yaitu latar tempat, yaitu latar waktu, dan latar sosial budaya. Secara
umum, latar tempat dalam cerpen ini adalah sebuah negeri burung. Adapun latar
tempat yang lebih khusus adalah genggaman manusia dan diatas pohon. Latar waktu
pada cerpen ini yaitu pada suatu hari, siang hari dan waktu subuh. Latar sosial
dalam cerpen ini digambarkan dengan kondisi social burung yang menghadapi
harinya dengan rajin tanpa malas-malasan. Berbeda dengan kondisi sosial
manusia, yang digambarkan dalam cerpen ini berupa kemalasan dalam menghadapi
hari-harinya. Para manusia juga digambarkan penuh dengan sifat tamak dan
dianalogikan dengan kalimata “perut manusia terdapat duri yang selalu menusuk
dan membuat tersiksa”.
B. Tema
Tema dalam cerpen ini adalah pembelajaran yang diberikan seorang
ayah kepada ayahnya guna memahami permasalahan kehidupan yang akan dihadapi dan
dijalani. Penentuan tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik yang
menonjol yang ada dalam cerpen, yaitu tokoh sang ayah memberikan pembelajaran
serta pemahaman akan adanya makhluk lain yaitu manusia. Dan memberikan
pengalamannya kepada anaknya akan sifat manusia yang tamak dan malas. Serta
sang ayah memberikan sebuah cara untuk menghadapi manusia yang bersifat seperti
itu. Hal ini terlihat dari percakapan antara sang ayah dan anaknya serta sang
ayah dengan manusia.
C. Sarana Cerita
Sarana cerita
terdiri atas judul, sudut pandang, gaya, simbolisme, dan ironi. Sarana cerita
yang dianalisis dalam cerpen ini hanya judul dan sudut pandang
saja. Cerpen ini berjudul “Daulatu al-‘Ashafiir”, yang dalam Bahasa Indonesia
memiliki arti “Negeri Burung”. Judul cerpen ini merujuk pada sebuah negeri yang
sangat menakjubkan. Negeri yang dipenuhi oleh burung-burung. Negeri yang penuh
kebahagiaan dan kemuliaan. Layaknya cerita sang ayah burung memberikan pembelajaran
kepada sang anak akan makna hidup.
Sudut pandang yang
digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang tipe orang ketiga tidak terbatas. Sudutpandang tipe orang ketiga tidak terbatas dapat terlihat karena
pengarang dalam cerpen ini mengacu pada setiap karakter dan memosisikannya pada
orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar
atau berpikir atau saat ketika tidak ada satu karakterpun hadir. Hal ini
terlihat dalam cerpen ini pengarang memosisikan dirinya sebagai sang ayah
burung, sang anak dan manusia.
5. KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian terhadap cerpen “Daulatu al-‘Ashafiir”
karya Taufik al-Hakim yang terdapat dalam antologi “Arini Allah” dengan
menggunakan analisis struktural Robert Stanton, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
Fakta cerita dalam cerpen ini meliputi karakter, alur, dan
latar.Tokoh utama dalam cerpen ini adalahayah burung dan anaknya. Hal ini
karena tokoh ayah burung dan anaknya banyak diceritakan dalam cerpen tersebut.
Hal ini membuat tokoh ayah burung dan anaknya mendominasi cerita dan paling
banyak berhubungan dengan tokoh tambahan, dan menjadi pusat permasalahan dalam
cerpen.
Alur yang digunakan dalam cerpen ini adalah alur lurus atau
progresif. Hal tersebut dikarenakan alur dalam cerpen ini bersifat kronologis
atau runtut berdasarkan urutan waktu, diawali dari tahap penyituasian terlebih
dahulu, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap
klimaks, dan tahap penyelesaian. Latar dalam cerpen ini terdiri dari tiga
macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
Tema dalam cerpen ini adalah pembelajaran yang diberikan seorang
ayah kepada ayahnya guna memahami permasalahan kehidupan yang akan dihadapi dan
dijalani. Penentuan tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik yang
menonjol yang ada dalam cerpen.
Sarana cerita terdiri atas judul, sudut pandang, gaya, simbolisme,
dan ironi. Sarana cerita yang dianalisis dalam cerpen ini hanya
judul dan sudut pandang saja. Cerpen ini berjudul “Daulatu al-‘Ashafiir”, yang
dalam Bahasa Indonesia memiliki arti “Negeri Burung”. Judul cerpen ini merujuk
pada sebuah negeri burun yang sangat menakjubkan.
Semua unsur-unsur dalam cerpen Daulatu al-‘Ashafiir”, yang
dalam Bahasa Indonesia memiliki arti “Negeri Burung” memiliki unsur-unsur
intrinsik saling berkaitan satu dengan yang lain sehingga secara bersama-sama
menghasilkan makna yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rachmat Djoko. 2013. Beberapa Teori Sastra, Metode
Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarya: Pustaka Pelajar.
Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Teeuw, A. 2013. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori
Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.
Kamil, Sukron. 2009. Teori Kritik Sastra Arab. Jakarta:
Rajawali Pers.
Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Belum ada tanggapan untuk "Strukturalisme Robert Stanton Analisis Cerpen "Daulatu al-‘Ashafiir” Karya Taufik Al-Hakim"
Post a Comment