KATA
PENGANTAR
بسم
الله الر حمن الر حيم
الحمد
لله رب العا لمين و به نستعين على أمو ر الد نيا و الد ين
و الصلاة والسلام على أشر ف الأ نبياء و المر
سلين سيّد نا محمّد والى آله و أصحا به أخمعين
Tidak
ada kata yang pantas untuk terucap dari bibir dlo’if para Hamba kecuali puji
bagi Allah, karena hanya kepadanya kita
memuji, memohon pertolongan, memohon ampun dan berlindung dari keburukan kita
dan kejahatan amalan kita. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka
dialah orang yang mendapatkan petunjuk. Dan barangsiapa yang disesatkan
oleh-Nya, maka tidak ada yang akan menjadi penolong dan penuntunnya.
Shalawat
serta salam terindah semoga senantiasa tercurah kepada semulia-mulia
Makhluk-Nya, Sayyidina Muhammad SAW,
putra gurun pasir yang telah membawa ribuan umat manusia dari zaman kejahiliaan
dan mendobrak pintu-pintu kejahiliaan, sehingga kita semua dapat merasakan
manisnya iman dalam Islam dan indahnya hidup dalam taqwa. Semoga kita termasuk
golongan para pengikut ajarannya (Amin).
Demikian
juga, penulis bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan penulisan makalah,
guna memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa
Indonesiadengan judul perkembangan bahasa di timur, sehingga dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis
sangat menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
dengan segala keterbatasannya. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan penulisan pada masa-masa berikutnya. Semoga
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca pada umumnya. Dan semoga
dapat menjadi amal untuk kita semua. Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Perkembangan Studi bahasa Arab sebelum dan setelah datangnya Islam
2.2
Perkembangan Studi bahasa Arab pada masa Bani Umayyah
2.3
Perkembangan Studi bahasa Arab pada masa Bani Abasiyah
2.4
Perkembangan Studi bahasa Arab setelah lima masehi
2.5
Perkembangan Studi bahasa Arab zaman baru
2.6
Peran bahasa Arab dalam Islam
2.7
Tokoh-tokoh pergerakan bahasa Arab beserta karyanya
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Bahasa adalah bunyi yang bersifat
arbitrar, digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi antar sesama dan
memiliki makna. Bahasa merupakan hasil dari pembiasaan (language is habit) tanpa pembiasaan tidak akan ada bahasa, bahasa
memiliki berbagai fungsi dan karakteristik, salah satunya adalah kreatif dan
mengikti zaman dengan kata lain bahasa merupakan suatu yang dinamis.
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa Intenasional yang digunakan oleh ummat manusia untuk berkomunikasi antar
satu sama lain, di dalam buku The arabic
language dinyatakan bahwa bahasa Arab telah digunakan oleh lebih dari 150
juta orang sebagai bahasa ibu atau bahasa sehari-hari mereka, dan tidak ada
bukti dokumentasi yang menyatakan bahwa
bahasa Arab adalah bahasa tertua apabila dibanding dengan bahasa lainnya, namun
juga tidak dapat dipastikan bahwa bahasa Arab jauh lebih muda dibanding bahasa
lainnya.
Bahasa Arab bukanlah “bahasa Asing”
yang benar-benar asing bagi ummat Islam
pada khususnya karena pada hakikatnya
bahasa arab adalah bahasa yang menjadi muatan dari kebutuhan Ummat Islam hal ini sesuai dengan salah satu fungsi
bahasa yaitu yaitu alat pada
Spiritualitas.
Berbicara
mengenai perkembangan bahasa Arab di Timur tengah maka tidak bisa lepas dari
perbincangan tentang perkembangan Islam sebagai agama mayoritas masyarakat
Arab, oleh karena itu kami akan membahas perkembangan bahasa Arab sejalan dengan
periode sebelum dan setelah datangnya Islam sampai pada saat ini.
Pengetahuan
tentang perkembangan studi bahasa Arab di timur tengah diharapkan dapat menjadi
gambaran bahwasanya bahasa arab adalah bahasa yang terus berkembang di eluruh
penjuru dunia.
B.
Rumusan masalah
1.
Mengapa bahasa Arab digunakan sebagai bahasa standar dan apa
ciri-ciri yang menentukan bahwasanya bahasa Arab adalah bahasa standar?
2.
Bagaimanakah perkembangan studi bahasa arab pada
zaman bani umayyah?
3.
Bagaimana perkembangan bahasa Arab pada masa bani Abbasiyah dan apa
faktor dari kemunduran bahasa Arab?
4.
Bagaimana perkembangan studi bahasa Arab sesudah abad lima hijriah?
5.
Bagaimana perkembangan studi bahasa Arab zaman baru atau sekarang
ini?
6.
Apakah peran bahasa Arab dalam Islam?
7.
Siapa saja tokoh pergerakan bahasa Arab dan apa hasil karya mereka
yang dimanfaatkan dalam embelajaran bahasa Arab?
C.
Tujuan pembahasan
1.
Mengetahui faktor dan ciri-ciri yang menjadikan bahasa Arab sebagai
bahasa standar
2.
Mengetahui perkembangan bahasa bahasa Arab pada zaman bani Umayyah
3.
Mengetahui perkembangan bahasa bahasa Arab pada zaman bani
Abbasiyah dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran bahasa Arab.
4.
Mengetahui kronologis perkembangan bahasa Arab sesudah lima hijriah
5.
Mengetahui perkembangan bahasa bahasa Arab pada zaman baru atau
masa sekarang
6.
Mengetahui peran bahasa Arab dalam Islam
7.
Mengetahui para tokoh pergerakan bahasa Arab beserta karya-karyanya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Perkembangan bahasa Arab
sebelum Islam (Jahiliyah) dan sesudah datangnya Islam.
Pertumbuhan bahasa dan sastra Arab dibagi menjadi dua pokok awal
pertumbuhannya dan lahirnya bahasa Arab standar. Bila seseorang ingin
mengetahui tentang hal-ihwal dan segala hal yang berkaitan dengan bahasa Arab
sebelum agama Kristen (masehi) dating, seseorang tidak akan pernah dapat
menemukan gambaran apapun. Alasannya, teks tertua yang berhasil ditemukan
adalah manuskrip-manuskrip yang ditemukan sesudah abad tiga masehi.
Ketiadaan bukti
dan langkahnya manuskrip atau artefak ini tidak berarti bahwa sebelum Kristen
datang juga bahasa Arab belum pernah ada, atau tidak memiliki peran sama
sekali. Karena, sebagian orientalis yang mendalami budaya ketimuran, termasuk
di semenanjung Arab-meyakini dan menyatakan bahwa berdasarkan sudut bahasa
Semit asal, bahasa Arab sesungguhnya sangat konsertif. Menurut analisis mereka,
bahasa Arab telah mewarisi dan memelihara unsur-unsur bahasa semit asal lebih
baik dari pada bahasa Semit lainnya.
Berdasarkan
sebab-sebab itu, teks dan manuskrib tertua yang berbahasa Arab seperti yang
kita kenal sekarang diperoleh hanya dari dua masa abad sebelum islam datang,
tepatnya masa yang lebih dikenal dengan nama sastra jahili (adab al-jahiliyah)
itulah sebabnya kita tidak pernah dapat mengetahui apa-apa tentang keadaan
bahasa Arab pada awal pertumbuhannya.
Sebagian
orientalis berpendapat bahwa ukiran (tulisan) yang ditemukan di daerah utara
semenanjung Arabia dapat dianggap mewakili bahasa Arab pada tingkat
perkembangannya, tepatnya pada masa sebelum sastra jahili lahir. Beberapa
manuskrip yang dapat dikenali adalah : an-Nimarah yang berangaka tahun
328 M ditemukan di dekat Damascus, Zabad
yang berangkat tahun 512 ditemukan
di dekat Aleppo, Hauran berangkat tahun 568 ditemukan di selatan
Damascus. Tapi penemuan ini masih kurang meyakinkan karena yang terukir
hanyalah nama-nama orang saja. Tetapi, teks-teks dan manuskip-manuskrip sastra
jahili dapat menjelaskan keadaan bahasa Arab sebelum kedatangan islam.
Seiring
pertumbuhan pergerakan Islam (Islamic movement) dan muculnya kitab Al quran
masyarakat di semenanjung Arabia terbagi dalam dua kelompok yaitu, kelompok
masyarakat yang bercorak kota (urban community) dan masyarakat badui (normad)
yang tidak menetap. Menjelang kedatangan dan kebangkitan islam, antara kedua
kelompok masyarakat tersebut belum terdapat hubungan yang erat. Arabia terdiri
dari beberapa kabilah-kabilah kecil yang memiliki bahasa daerah sendiri-sendiri
dan satu sama lain saling mempertahankan kebudayaannya.
Inilah menurut
kami yang menjad salah satu factor yang mendorong lahirnya dialek-dialek Arab
(kuno). Jelaslah bahwa sebelum islam datang, kabilah-kabilah islam telah
memiliki dialek tersendiri dengan cirri dan sifat yang berbeda-beda. Tetapi,
setelah mereka merasa perlu lebih banyak berkomunikasi untuk acara tahunan dan
ritual Haji mereka menjadikan bahasa Arab menjadi bahasa standar karena dalam
festifal al-Aswaq setiap pesertanya harus menggunakan bahasa Arab yang telah
disempurnakan (EYD). Jadi, bahasa Arab standar adalah bahasa Arab yang semula
berasal dari dialek kabilah Quraisy yang kemudian dikembangakan dan
disempurnakan dengan unsure-unsur dari dialek lainya. Ada banyak factor yang mempengaruhi
perkembangan bahasa Arab standar ini semakin cepat antara lain, adanya anggapan
masyarakat bahwa menguasai bahasa Arab standar adalah suatu kebanggaan.
Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa bahasa Arab termasuk bahasa Arab standar
adalah :
1.
Derajatnya amat tinggi , dan jauh diatas dialek-dialek percakapan
biasa yang berlaku sehari-hari.
2.
Bahasa Arab standar tidak mengenal cirri-ciri yang bersifat
kedaerahan atau yang berkaitan dengan kabilah tertentu.
Peristiwa terpenting dalam sejarh perkembangan bahasa Arab adalah
datangnya Islam dan tersiarnya agama rahmatan lil ‘alamin ini
sampai meluas ke berbagai daerah dari Asia tengah sampai Afrika Barat. Berawal
dari sini, upaya menjalin padukan bahasa Arab dengan Islam mulai digagas dan
disosialisasikan ke seluruh pelosok Negara yang menembus lintas batas wilayah.
Sebelum abad tujuh masehi, bahasa Arab adalah “bahasa statis “ dan terkandung oleh batas-batas kesukuan.
Karena itu , bahasa Arab hingga saat itu menjadi bahasa yang sangat bersahaja,
ia belum menjadi bahasa yang bermartabat tinggi. Tapi, semuanya berubah ketika
Islam berkembang pesat di luar semenanjung Arabia, bahkan hingga benua yang
berbeda. Dan semua berbondong-bondong masuk islam menjadikannya way of life.
Pada zaman pemerintahan
Umar ibn Khattab (13-23H) orang yang digelari al-Faruq orang-orang Arab
yang notabene adalah pendatang tersebut dilarang untuk memiliki hak
kepemilikan tanah di daerah-daerah baru yang mereka tempati. Sebaliknya, mereka
diharuskan untuk tinggal menetap dan berteduh di basecamp (perkemahan-perkemahan)
yang letaknya jauh dari kota. Perkemahan-perkemahan inilah yang kelak menjadi
kota baru yang bercorak islam seperti Basrah, Kufah, dan Fustat.
2.2
Perkembangan Bahasa Arab pada Zaman
Bani Umayyah
Pada
zaman pemerintahan Bani Umayyah yang dibangun oleh Muawiyyah ibn Abu Sufyan
terjadilah perubahan sosial yang sangat dramatis dalam tubuh masyarakat islam.
Orang-orang Arab (pendatang) mulai berasimilasi dan bersosialisasi dengan
pribumi karena kelompok sosial ini semakin hari semakin bercampur. Pada saat
yang bersamaan, penduduk asli (pribumi) pun kemudian merasa butuh dan
berkepentingan untuk mempelajari bahasa Arab. Alasan mereka setidaknya untuk
dapat saling mengerti dan memahami dalam komunikasi dengan orang-orang Arab
yang bahasanya masih asing bagi mereka. Maka, terbentuklah persatuan dua
kelompok yang masing-masing memiliki perbedaan bahasa, budaya dan kelas sosial.
Penduduk
Mesir yang tadinya berbahasa koptik Mesir, mulai mempelajari --secara
langsung-- bahasa Arab. Demikian juga penduduk Syam dan sebagian Irak yang
berbicara dengan bahasa Aramia, penduduk Maroko dan Afrika Utara yang
menggunakan bahasa Barbar, penduduk Iran dan sebagian Irak yang menggunakan
bahasa Iran (persi), semua mengalami masa-masa terjadinya sosialisasi bahasa
Arab. Pada saat itu, berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa Arab yang fasih
( Arab standar) menunjukkan ketinggian martabat sosial dan kelas tersendiri di
masyarakat. Oleh karenanya, kalangan pejabat dan penguasa pada saat itu
berkepentingan mendidik keturunan mereka dengan bahasa yang memungkinkan mereka
mudah meraih kursi kekuasaan. Tidak cukup dengan itu, mereka pun mengirim
anak-anak dan generasi-generasi mereka ke wilayah yang dihuni masyarakat Badui
di Hijaz. Anak-anak mereka sengaja dikirim ke Badui untuk mempelajari dan
mendalami bahasa Arab yang masih bersih. Maka jelaslah, bahwa sejak sepertiga
akhir abad pertama Hijriyah, bahasa Arab sudah mencapai dan menduduki posisi
sedemikian tinggi, terhormat dan sangat kuat di wilayah-wilayah yang menjadikan
Islam sebagai agama resmi.
Pada
masa Daulah Umayah inilah proses "Arabisasi" berjalan lancar melalui
penyebaran Islam. Pada masa ini pula ditata rapi administrasi professional dan
dengan sendirinya bahasa Arab menjadi bahasa resmi Negara Islam. Orang-orang
pribumi yang ingin bekerja di pemerintahan disyaratkan untuk fasih berbahasa
Arab, dan ini merupakan langkah positif yang cukup massif. Tapi satu hal yang
tidak bisa dilewatkan, adalah bahwa antusiasme mereka mempelajari bahasa Arab
adalah karena dorongan agama. Islam yang baru saja mereka peluk, secara tidak
memaksa memotivasi mereka untuk mendalami al-Quran dan hadits yang berbahasa
Arab. Dalam tingkat perkembangan selanjutnya, bahasa Arab memasuki masa-masa
pertarungan yang sangat sulit dengan bahasa-bahasa asli yang sudah hadir di
daerah-daerah yang memeluk Islam itu. Pertarungan itu berlangsung lama dan tidak
selesai dalam satu generasi. Setelah hampir dua abad berlangsung, bahasa Arab
menghirup udara tenang karena ia sudah menjadi bahasa dominan di seluruh
pelosok daerah yang sudah dimasuki bahasa Arab. Beberapa abad setelah itu,
pertarungan pun berakhir, bahasa Arab berhasil mendesak, bahkan menggantikan
bahasa Persia, Aramia, Barbar, Yunani, Koptik di negeri-negeri yang ditaklukan
oleh Islam. Ada beberapa faktor
yang menjadikan bahasa arab menduduki puncak singgasana peradaban.
Faktor-faktor yang membawa bahasa arab dalam posisi tersebut antara lain :
1)
Setelah proses “arabisasi” berjalan
lancar melalui penyebaran islam, administrasi pemerintahan mulai tertata rapi
dan professional sejak kira-kira 87 H, dan bahasa arab dengan sendirinya
menjadi bahasa resmi Negara islam (nation-state of islam).
2)
Bahasa arab dianggap bahasa masyarakat
kelas tinggi (elit) karena banyak digunakan para pejabat dan aparat
pemerintahan. Karena itu, penggunaan bahasa arab yang fasih dan shahih
sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya murujuk ketinggian ilmu, kemajuan
berpikir, dan status sosial yang tinggi. Bahasa arab campuran yang banyak
mengandung kekeliruan adalah bahasa masyarakat kelas rendah.
3)
Bahasa arab yang fasih dan shahih
menjadi bahasa syair, sedangkan syair bagi masyarakat kelas tinggi menjadi
kebanggaan yang tersendiri pula.
4)
Bahasa arab selain bahasa al-quran adalah
bahasa yang hanya digunakan untuk sebagian besar ibadah dalam ajaran islam
sehingga setiap muslim sangat butuh dan berkepentingan untuk mempelajarinya.
Namun
demikian, perkembangan ini tidak berjalan mulus. Percampuran yang tidak
terbendung dari dua kelompok (pendatang dan pribumi) ini tidak bisa
menghindarkan perkawinan di antara anggota kelompok yang berbeda ini.
Generasi-generasi yang lahir dari perkawinan ini ternyata kurang menguasai
bahasa Arab dengan baik. Hal ini ditambah dengan mengendurnya semangat
berbahasa Arab di lingkungan keluarga pejabat/penguasa. Hal inilah yang
kemudian mengundang keprihatinan tokoh-tokoh intelektual muda untuk melakukan
gerakan pemurnian bahasa Arab. Tokoh-tokoh intelektual muda itu merupakan
kolaborasi Arab-Non Arab. Salah satu peran besar yang diukir pemerintahan Bani
Umayyah, lewat gerakan ini adalah penggunaan bahsa Arab sebagai media bahasa
karang mengarang (karya tulis). Banyak buku-buku berkualitas tinggi dengan
kedalaman ilmu yang luar biasa berhasil diterbitkan pada masa itu. Padahal,
sebelum Bani Umayah berkuasa, bahasa Arab hanya digunakan sebatas untuk syair
dan peribahasa (Amtsal) selain dalam al-Quran. Ibnu Muqaffa, (wafat 142
H) adalah salah seorang ulama terkemuka yang termasuk pertama kali menggunakan
bahasa Arab sebagai bahasa karang mengarang dalam buku-buku yang ia tulis.
Dengan demikian, penggunaan bahasa Arab memasuki babak baru, yakni dunia
pustaka karena bahasa Arab tidak lagi hanya sebatas bahasa syair. Bidang ilmu
lainnya yang lahir, tumbuh dan berkembang pada masa Daulah Umayyah adalah ilmu
Arudh yang dibadani oleh Khalil bin Ahmad, di tangan beliaulah lahir
wazan-wazan syair Arab semisal, Thawil, Khofif, Rajaz, Basith,
Kamil dan lain-lain. Dalam hal ini ilmu semantik yang menjadi bagian
ilmu bahasa mulai berkembang.
2.3
Perkembangan Studi bahasa Arab pada
masa Bani Abbasiyah
Meskipun pemerintahan yang berasal dari keturunan Arab (Bani
Umayyah) jatuh, fungsi dan peranan bahasa Arab tidak ikut jatuh. Bahasa Arab
tetap menempati posisi dan berperan penting sebagaimana semejarawan semula
meskipun zaman dinasti Bani Abasiyah menurut sejarawan islam merupakan
kemenangan bagi orang-orang Persia terhadap Bani Umayyah yang keturunan
orang-orang Arab. Hal ini terbukti bahwa sebagian besar menteri dan panglima
militer adalah orang-orang Persia.
Sejak semula, para penguasa Bani Abasiyah sudah mengetahui dan
berkeyakinan bahwa pengaruh dan kekuasaan mereka bergantung pada perkembangan
dan kemajuan agama Islam karena pemerintahan mereka ditegakkan di atas landasan
dan slogan-slogan agama. Kitab suci dan mukjizat terbesar agama Islam adalah
Alquran sedangkan Alquran berbahasa Arab. Karena itu, dalam pandangan dan
perasaan setiap muslim apapun bahasa asalnya bahasa Arab sebagai Alquran
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hakikat Islam.
Pemahaman atas realitas itulah yang dipahami dengan baik oleh
penguasa Bani Abbasiyah. Itulah sebabnya, seluruh khalifah pada masa pemerintahan
Bani Abbasiyah pun memberi perhatian serius kepada bahasa Arab. Bahkan mereka
terus mencari usaha untuk melakukan pemeliharaan dan pengembangan
sebaik-baiknya. Bahasa Arab Badui sebagaimana yang telah terjadi awal zaman
Bani Abbasiyah tetap dipandang dan dinilai sebagai bahasa yang bermutu tinggi
dan dikagumi.
Dalam masalah-masalah kebahasaan, orang-orang Arab Badui menjadi
tempat meminta hujjah atau semacam biro konsultan bahasa. Mereka adalah
orang-orang menjadi tempat kembali untuk menyelesaikan perselisihan berbahasa
apabila terjadi perbedaan pendapat diantara para ahli ilmu nahwu (Gramatika
Arab), karena itu, perbedaan-perbedaan pendapat mengenai berbagai masalah ilmu
nahwu antara aliran Bashrah dan Kufah selalu dikembalikan kepada sebab-sebab perbedaan
antara dialek mereka dan dialek yang ada di Arab Badui yang menjadi sumber atau
dasar penetuan pendapat bagi masing-masing aliran.
Dulu Bani Umayyah mempunyai rasa pertalian dengan masyarakat Arab
Badui. Karena itu, untuk dapat menguasai bahasa Arab yang baik dan benar (fasih
dan sahih), mereka mengirim anak-anak mereka ke tengah-tengah masyarakat Arab
Badui yang masih terisolasi dari percampuran orang-orang ‘ajam
(non-Arab). Bani Abbasiyah meyakini tentang betapa penting kemampuan dn
menguasai bahasa Arab bagi putra-putra mereka. Namun, karena orientasi berpikir
daun sentimen etnis tidak bersangkut paut dengan masyarakat Arab Badui sebagai
para penguasa Bani Umayyah. Selain diharuskan untuk dapat menguasai bahasa
Arab, putra-putra mereka pun dikehendaki hidup dalam kebahagiaan dan kemewahan
di istana-isatana mereka yang megah di Baghdad. Karena itu, mereka tidak
mengirimkan anak-anaknya keluar daerah, tetapi orang Arab Badui-lah yang harus
datang kepada mereka. Maka, pada abad dua hijriah, orang-orang Badui-lah yang
didatangkan ke Baghdad dan muncul di istana-istana para penguasa sebagai guru
bahasa Arab.
Pada abad dua hijriah, orang-orang yang tergolong kelas terpelajar
(bangsawan) tidak menggunakan bahasa Arab Fusaha karena mereka hanya sebatas
menguasai bahasa tulisan, meskipun mereka berusaha untuk menggunakanya sebagai
bahasa percakapan. Pada saat yang sama, dialek-dialek daerah tetap menjadi
bertahan karena sudah menjadi alat komunikasi bagi khalayak ramai kelas
menengah dan rendah. Bahasa Arab ‘Amiyyah yang digunakan kelas menengah
dan rendah ini dalam sejarah bahasa Arab dinamakan ‘Arabiyah al-muwalladah
(bahasa Arab campuran) dan terjelma akibat dari kehidupan orang-orang Arab yang
bercampur dengan bangsa-bangsa non-Arab yang memeluk Islam.
Pada perkembangan berikutnya, bahasa Arab ‘Amiyyah atau al-muwalladah
tersebut kemudian berubah menjadi bahasa percakapan dan alat komunikasi yang
akhirnya berbeda jauh dengan bahasa Arab Fusha dalam beberapa hal. Misalnya,
perbedaan yang menyangkut segi tata bunyi (al-aswat, fonologi), bentuk
kata (ash-shorof, orfologi), tata kalimat (an-nahw, sintaksis)
maupun kosakata (al-mufrodat, vokabulari). Perbedaan yang paling tampak
ialah hilangnya alamat-alamat i’rab-perubahan bentuk akhir sebuah kata
dari akhir kata yang mu’rab dalam bahasa Arab muwalladah.
Pada zaman Abbasiyah ini, gerakan pemurnian bahasa Arab terus
berjalan. Sungguh demikian, bahasa Arab tidak dapat menghindarkan diri dari
pengaruh bahasa-bahasa non-Arab. Ini dapat dilihat dari sering terjadinya
kekeliruan dalam berbahasa Arab, termasuk dikalangan orang-orang terpelajar.
Gerakan pemurnian berjalan lancar karena dibantu oleh sikap dan perhatian para
khalifah dan menteri-menteri yang saat itu sedang berkuasa. Karena sebagian
diantara mereka menguasai bahasa Arab dengan sangat baik, yang mendorong dan
terus mendukung perkembangan bahasa Arab, antara lain, melalui forum
pertemuan-pertemuan ilmiah intelektual. Misalnya, pertemuan antara Sibawaih
(wafat 177 H.) dan al Kisa’i (wafat 189 H.) yang dihadiri oleh khalifah yang
sangat mencintai ilmu. Menjelang abad tiga hijriah, pengaruh bahasa Arab ‘Amiyyah
tampak lebih jelas dalam kelompok orang-orang awam. Ini dibuktikan oleh
terbitnya beberapa buku ilmiah yang ditulis dengan bahasa Arab yang kurang
murni karena mengandung gaya bahasa dan kata-kata bahasa Arab muwalladah.
Menurut pengamatan al-Jahith dengan nama lenkapnya Abu Usman Ammu
bin Bahr al-Jahith, bahasa Arab Badui memiliki ketinggian bahasa yang dapat
diamati lebih jelas dari struktur kalimat dan kosakata yang dipilihnya.
Menurutnya, berbicara yang baik dan yang benar tanpa lahn (kekeliruan
ucapan) tidak mungkin diharapkan kecuali dari kalangan oarang Arab Badui yang
masih berbahasa Arab Fusha, atau dari golongan bulagha’ (orang-orang
yang sudah baligh) diantara kelas intelektua zaman itu. Jadi pada pertengahan
abad tiga hijriah, bahasa percakapan Arab Badui mengalami kemunduran yang
sangat menyedihkan. Banyak sekali menteri-menteri kerajaan masa itu, seperti
Ismail Ibn Bulbul (wafat 277 H.) salah seorang menteri pada masa pemerintahan
al-Mu’tadlid dan para pejabat tinggi kerajaan yang berbicara dengan menggunakan
bahasa Arab ‘Amiyyah. Ini terjadi karena orang-orang non-Arab seperti
orang-orang Turki, semakin banyak yang menduduki jabatan penting dan strategis
dalam pemerintahan Islam. Realitas ini semakin menjauhkan keterikatan umat
Islam dengan bahasa Arab. Bahkan, banyak menteri yang kemudian mencampuri
permasalahan politik dan pemerintahan. Keadaan yang lebih menyedihkan adalah
para ahli imu nahwu yang seharusnya bersikap teguh untuk mempertahankan bahasa
Arab Badui pun pada akhir abad tiga hijriah turut menggunakan bahasa Arab ‘amiyyah
dalam percakapan biasa.
Realitas yang sangat menyedihkan ini dijelaskan oleh banyak buku
yang pernah terbit masa itu, antara lain, kitab Ishlah al-Mantiq yang
ditulis Ya’qub as-Sakit al-Jamhy dan Lahn al-Ammah yang diyulis oleh Abu
al-Hasan Hamzah al-Kisai. Penerbitan buku-buku berbahasa Arab Badui dimaksudkan
untuk mengoreksi dan meluruskan penggunaan kosakata yang salah digunakan dalam
buku-buku berbahasa Arab Fusha. Kehadiran buku-buku tersebut memperlihatkan
kemajuan yang sangat membanggakan bagi peluang untuk mempelajari bahasa Arab
lebih dalam. Sejak akhir abad dua hijriah, bahasa Arab tidak hanya dipelajari
secara listening (didengarkan secara langsung) dari orang Arab Badui, tetapi
juga sudah menjadi mataajar yang dapat dipelajari melalui buku-buku.
Abad empat hijriah dapat dikatakan sebagai abad kecemerlangan bagi
penerbitan buku-buku berbahasa Arab karena masa itu hampr tidak ada lagi orang
yang mempelajari bahasa Arab dengan mengunjungi guru-guru bahasa Arab badui dan
menerima langsung dari orang-orang Arab Badui. Bahasa Arab sudah dapat
dipelajari melalui buku-buku karena jumlah buku yang diterbitkan sebagai buku
pelajaran sudah banyak yang dipublikasikan. Beberapa judul yang sudah terbit
masa itu antara lain, Jawahir al-lahfz yang ditulis Qadamah ibn Ja’far
dan al-Fazh al-Kitabiyah yang ditulis Ya’qub as-Sakit al-Jamhy.
Dalam kata pendahuluannya, penulis buku yang disebutkan terakhir
menilai bahwa bergaul dan bercampur dengan orang Arab Badui dalam rangka
mempelajari bahasa Arab asli sudah bukan lagi cara ideal. Menurut ahli bahasa
ini, bahasa Arab yang sudah menjadi bahasa tulis dan karang-mengarang yang
umumnya dipelajari buku-buku. Menurut pendapatnya bahasa yang benar adalah
bahasa yang berlaku dan digunakan untuk penulisan surat-surat resmi di
perkantoran, penyusunan buku-buku dan jurnal-majalah ilmiah, dan
pertemuan-pertemuan resmi para penbesar. Inilah sikap baru yang dinyatakan oleh
seorang pakar bahasa: al-Hmadzani. Apa yang dinyatakan merupakan sebuah
realitas bahwa bahasa Arab menjadi bahsa tulis yang banyak digunsksn untuk
keprluan administrasi, bahasa kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Ibnu Jinni, salah seorang ahli bahasa abad empat hijriah yang wafat
pada 392 H, dalam buku tulisanya yang berjudul al-khoshois telah membuat
satu bab berjudul Aghlath al-A’rab. Judul dalam buku tersebut
setidak-tidaknya menunjukan bahwa pandangan ahli bahasa abad empat hijriah
berbeda jauh dengan pandangan ahli bahasa abad dua hijriah. Bagi ahli bahasa
Arab abad empat hijriah, bahasa Arab yang digunakan oleh orang-orang Badui
telah kehilangan nilai sebagai bahasa ideal yang harus diteladani, atau ia
harus menjadi kriteria satu-satunya standar bagi salah-benarnya berbahasa Arab.
Sikap dan pandangan yang tergolong baru ini terbentuk karena
berbagai faktoryang mempengaruhinya, antara lain, bahasa Arab abad ini sudah
menjadi bahasa yang mantap karena ia sudah menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan
kebudayaan. Ketika sebuah bahasa sudah banyak mempengaruhi atau dipengaruhi
oleh ilmu pengetahuan, perkembangan penggunaanya memunculkan tuntutan bagi
lahirnya kata-kata, istilah-istilah, ungkapan-ungkapan, dan gaya bahasa baru
yang tidak dapat dinyatakan oleh bahasa masyarakat Arab Badui dengan kosakata
dan gaya bahasa yang sangat terbatas dan hanya mampu mencerminkan alam
kehidupan bersahaja di padang pasir. Karena itu kaum intelektual abad empat
hijriah terutama ahli-ahli filsafat, logika, dan ilmu pasti tidak lagi
berkepentingan untuk menegembalikan teknik berbahasa kepada masyarakat gurun
sahara, ketika hendak mencari kata-kata serapan atau asing (al-gharib)
atau untuk menghapal 100 kata untuk arti unta dan 200 kata untuk arti harimau.
Untuk mengungkapkan pikiran-pikiran termasuk berbagai aliran yang ada dilamnya
mengenai bidang spesialisasi masing-masing mereka menciptakan dan menemukenali
kata-kata, istilah, ungkapan, dan gaya bahasa baru yang merupakan hasil dari
pengembangan dan perluasan penggunaan bahasa Arab zaman itu.
Berdasarkan gambaran yang dijelaskan al-Hamdani maka jelaslah bahwa bahasa Arab di
Semenanjung Arabia sendiri sudah mulai lemah dan kehilangan keindahan serta
daya tariknya. Orang sudah mulai berpaling dari bahasa Arab orang-orang Arab
Badui di Semenanjung Arabia, dan tidak lagi berhakim kepada mereka dalam
menyelesaikan permasalahan kebahasaan. Namun demikian masih ada sebagian kecil
dari para penyusun kamus yang masih berminat untuk melakukan pengamatan ke
pedalaman gurun sahara dalam rangka mengumpulkan bahan-bahan, baik kata-kata
maupun gaya bahasa yang langsung dipeoleh dari lingkungan Badui, seperti Mahmud
al-Azhar (wafat 370 H) yang berhasil menyusun sebuah kamus fenomenal: al-Lughat
Tahdzib.
2.4
Perkembangan bahasa Arab sesudah abad lima Hijriah
Sesudah dunia Arab terpecah seiring masuknya paham sekularisme dan
nasionalisme di sebagian negara-negara Islam dan di perintah oleh
penguasa-penguasa politik non Arab, bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa
politik dan bahasa administrasi pemerintahan sebagaimana kekhalifahan
sebelumnya.
Posisi bahasa Arab terdegradisikan dan tersudutkan di pojok
negara-negara karena hanya menjadi bahasa agama semata-mata.Salah satu
contohnya adalah kebijakan penguasa Dinasti Saljuk.Di negara Islam bagian
timur, orang-orang Saljuk yang berkuasa pada abad lima hijriah, menjadikan
bahasa Persia sebagai bahasa resmi negara yang mereka pimpin.
Sejak saat itu, orang-orang Persia(Iran) mulai mengarang dan
menulis buku mereka dengan perantara bahasa Persia.Bahkan,sebagian penduduk
wilayah itu mulai meninggalkan penggunaan bahasa Arab, meskipun sebagian ulama
dan ahli pikir lainnya tetap mengarang dengan bahasa Arab selain dengan bahasa
Persia. Diantara ulama yang hadir saat itu adalah Imam al-Ghazali.Hampir empat
abad sebelumnya, bahasa Arab menjadi bahasa utama dalam tulisan ulama
klasik.Saat itu, hampir semua buku yang di tulis ulama masa itu ditulis dengan
bahasa Arab.Sedemikian banyak tulisan yang menggunakan bahasa Arab, orang-orang
Persia beranggapan bahwa bahasa Arab menjadi bahasa asasi dan sumber dalam pembuatan istilah-istilah
ilmiah.Anggapan ini muncul ketika mereka mulai mempergunakan bahasa Persia
untuk dunia karang-mengarang.
Pada 459 H, sebuah lembaga pendidikan yang bertugas khusus, yakni
menangani perkembangan bahasa dan sastra Arab yang bernama Madrasah an-
Nidhamiyyah dibangun megah.Pembangunan madrasah ini menunjukkan bahwa kaum
bangsa Saljuk memberi perhatian khusus terhadap bahasa Arab Fusha, meskipin
dalam kehidupan sosial-politik bahasa Persia-lah yang dianggap paling penting
dan paling berperan.Mereka berpendapat bahwa bahasa Arab merupakan password
untuk dapat memperdalam pengetahauan Islam yang bersumber dari Al-quran dan
as-Sunnah.
Dengan demikian, jelaslah bahwa mempelajari bahasa Arab berkaitan
erat dengan usaha mempelajari pemgetahuan dan ajaran Islam.Seperti yang pernah
dikemukakan bahwa sejak turunnya Al-quran yang berbahasa Arab, hubungan antara
bahasa Arab dan Islam sudah mulai terjalin. Itulah sebabnya tidak mengerankan
bila lembaga-lembaga pendidikan yang berdiri pada zaman itu, seperti Al-Ahzar
di Mesir dan universitas lainnya di dunia Arab atau di negeri Islam lainya
sampai beberapa abad kemudian, masih beranggapan bahwa mempelajari bahasa Arab berarti juga mempelajari
pengetahuan Islam. Jadi, dua hal tersebut merupakan dwitunggal yang sulit
dipisahkan.
Di bagian lain dari dunia Arab yang masih berada di bawah kekuasaan
Kesultanan Usmaniyah (Turki) langsung maupun tidak langsung bahasa Turki
semakin mendesak posisi bahasa Arab. Lebih parah lagi, setelah di gagas oleh
Mustafa Kemal Attaturk mulai digelindingkan. Pada akhirnya, bahasa Turkimenjadi
bahasa administrasi pemerintahan tingkat atas, meskipun secara terbatas bahasa
Arab masih berlaku bagi administrasi tingkat bawah.Sesungguhpun penggunaan
bahasa Turki sebagai bahasa administrasi tidak berkembang luas sebagaimana
bahasa Arab, pengertian yang tertanam di kalangan rakyat jelata ialah bahwa
para penguasa adalah orang ajam yamg muslim.Dalam hidup sehari-hari, baik di
forum pertemuan resmi atau tidak resmi, para penguasa itu tidak menggunakan
bahasa Arab sebagai bahasa percakapan. Bahasa Arab digunakan ketika mereka
melakukan ibadah ritual seperti, shalat, membaca Al-Quran, dan lainnya.
Pada perkembangan selanjutnya, di negara-negara Islam, mayoritas
umat Islam, meskipun mereka tetap mengagungkan Al-quran yang berbahasa Arab.
Sesudah abad lima hijriah, minat untuk memperdalam bahasa Arab secara lebih
intensif mulai berkurang.Apalagi minat untuk mencapai pemahaman tingkat
kemampuan bahasa Arab yang tinggi.Pada umumnya,tingkat kemampuan yang mereka
capai tidak memungkinkan bagi mereka untuk dapat menikmati karya-karya sastra
Arab yang bermutu.Akibatnya,Al-quranpun hanya di baca untuk ibadah semata-mata,
sedangkan kesungguhan untuk memahami dan menggali pengertiannya dan segala hal
yang berkaitan dengan hukum-hukum, ajaran-ajaran, termasuk segi kebahasaanya
jarang diminati. Kalaupun ada, jumlah peminat itu hanyalah sekelompok kecil
orang-orang yang mewakafkan dirinya bagi tujuan-tujuan ilmiah keagamaan.
Pada awal abad enam hijriah, kesadaran orang-orang yang mempunyai
ilmu pengetahuan kebahasaan sedemikian dalam mulai muncul. Mereka sadar benar
bahwa kenyataan tak dapat di hindari bahwa perubahan segi pengucapan yang
mereka anggap benar dan baik sudah sedemikian parah.Karena itu, mereka segera
menyusun strategi dan rencana untuk mengatasi persoalan itu melalui penerbitan
buku-buku yang mereka tulis.Salah seorang ulama tergugah kesadarannya itu
adalah al-Hariri yang menulis buku berjudul al-Maqamat.
Dapat dikatakan bahwa abad ke enam hijriah merupakan abad
perkembangan baru yang sangat mengagumkan dalam perkembangan bahasa Arab. Perlu
dicatat bahwa perilaku atau kekeliruan dalam berbahasa sudah menjadi haaal
biasa dan bukan lagi rahasia umum di kalangan masyarakat terpelajar.Kalau pada
akhir abad dua hijriah, al-Kisa-i pernah mengatakan bahwa yang membuat
kesalahan dalam berbahasa adalah orang awam atau setengah awam.
Awal mula masa kemerosotan bahasa Arab ini terjadi kebersamaan
dengan lahirnya negara yang di pimpin Dinasti Saljuk. Kemerosotan dan kemuduran
bahasa Arab semakin meningkat setelah kota Baghdad jatuh ketangan orang-orang
Mongolia pada 656 hijriah yang meluluh-lantakkan kota itu. Akibatnya, semakin
mendalam pengaruh kekuasaan Kerajaan Mongolia di suatu daerah, semakin jauhlah
daerah itu dari pusaka kebudayaan dan bahasa Arab. Satu-satunya wilayah yang
selamat dari penjajahan Kerajaan Mongolia adalah Mesir.Wilayah ini masuk dan
berada di bawah kendali Pemerintah Mamalik.
Pada abad tujuanan sembilan hijriah, Mesir mencapai kekayaan yang
tidak sedikit berkat hubungan dagang yang luas dengan India, dan pembukaan
Terusan Suez yang mulai membangkitkan perekonomian Mesir.Akibat lanjutan yang
kemudian dimunculkan dari hubungan itu adalah kehidupan mental-pikiran rakyat
yang selama ini lesu mulai bangkit.Kebangkitan itu mengalami kemajuan yang
sangat pesat dan melahirkan kebangkitan sastra di Mesir dan Syria.Setelah dikuasai
pemerintah Kesultanan Usmaniyah pada 923 hijriah, Mesir mengalami kembali
kehidupan yang statis. Jadi, dapat dikatakan bahwa bahasa Arab mengalami
kemunduran dan memasauki puncak kemerosotan yang berlangsung sampai awal abad
sembilan belas.
2.5
Perkembangan bahasa Arab
zaman baru atau sekarang
Seperti kita ketahui bahwa karena situasi umum yang statis selama
pemerintahan Kesultanan Usmaniyah, bahasa Arab dalam periode itu juga mengalami
keadaan yang statis. Ia tidak berkembang mengikuti perkembangan dan kemajuan
hidup modern yang dibawa oleh zaman sesudah terjadinya kebangkitan tepatnya
setelah Revolusi Industri di Eropa. Sesudah kekuasaan Perancis yang dikomandani
oleh Napoleon Bonaparte mulai menjajah Mesir akibat keberhasilan serbuan
Napoleon pada 1798 M, di Mesir, kesadaran untuk bangkit dari keterpurukan dan
harapan maju dengan landasan ilmu pengetahuan modern mulai berkembang.
Kesadaran tersebut lahir terutama di kalangan sekelompok masyarakat Mesir
setelah mereka terpengaruh oleh golongan intelektual Eropa yang datang ke Mesir
bersama serbuan Napoleon.
Golongan intelektual Eropa yang mendapat posisi sangat terhormat
tersebut di Mesir membangun berbagai sarana yang melandasi dan mendorong
perkembangan ilmu pengetahuan di Mesir seperti lembaga ilmu pengetahuan,
perpustakaan, sekolah, surat kabar, laboraturium penelitian, dan percetakan
Arab. Banyak lembaga pendidik (sekolah) bagi berbagai kalangan dibuka untuk
mempelajari bermacam-macam pengetahuan seperti pengetahuan kemiliteran,
kedokteran (termasuk kedokteran hewan), teknik, pertanian, kesenian,
administrasi, bahasa dan terjemahan. Bahasa Arab adalah bahasa pengantar di
sekolah-sekolah tersebut karena guru-guru yang mengajar sebagian besar adalah
alumni Eropa dari kelompok misi mahasiswa Mesir yang bebarapa tahun sebelumnya
telah berhasil melanjutkan studi ke Eropa. Kuliah-kuliah yang diberikan
guru-guru besar asing juga disampaikan dalam bahasa Arab setelah melalui
penerjemahan.
Para penerjemah dan pengarang di seluruh Mesir seperti Rifa’ah
Rofi’ath Thohtowi, misalnya, dapat dianggap sebagai perintis dalam penciptaan
istilah-istilah ilmiah modern. Istilah-istilah tersebut mereka gali dari
buku-buku ilmiah berbahasa Arab yang lama (klasik), kemudian disesuaikan dan
diterapkan sebagai istilah-istilah untuk berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Inilah salah satu langkah yang paling berhasil dalam rangka mengatasi dan
mengurai sebab-sebab keterbelakangan bahasa Arab, sekaligus meletakkan dasar
kokoh bagi bahasa Arab untuk menjadi bahasa yang dinamis dan mampu berkembang
secara wajar. Di wilayah lain yang letaknya berjauhan dengan negara-negara
Arab, bahasa Turki secara resmi diajarkan dan menjadi bahasa pengantar di
sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan di pemerintahan Kesultanan Usmaniyah.
Dalam rangka mempertahankan bahasa Arab, pada akhir abad sembilan belas,
al-jamiyah, al-khairiyah alislamiyah mendirikan sekolah-sekolah di damaskus dan
kota-kota lainnya di Siria. Pada saat yang bersamaan, di Berut dan dibeberapa
bagian lainnya di Lebanon, sekolah-sekolah juga didirikan oleh Misi agama
Kristen.
Sekolah-sekolah tersebut memberi perhatian yang sangat besar kepada
bahasa Arab dan mendukung usaha-usaha pembinaannya. Bahkan, sebuah universitas
yang bernama American University pun dibangun di kota Beirut. Di universitas
ini, bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa pengantar dalam perkuliahan. Karena
itu, tidak mengherankan bila di antara mahasiswa universitas ini bermunculan
orang asing (non-Arab) yang ahli dalam pengetahuan bahasa Arab. Pada akhir abad
sembilan belas, orang asing yang pemahaman bahasa Arabnya sangat bagus itu
mampu menerjemahkan beberapa buku ilmiah ke dalam bahasa Arab. Dalam
menerjemahkan buku-buku tersebut, mereka menggunakan, meninjau, dan
menyempurnakan istilah-istilah yang lazim digunakan oleh buku-buku karya para
penulis mesir sebelumnya. Ini merupakan langkah berani dan sangat maju bagi
usaha pengembangan bahasa Arab untuk digunakan sebagai bahasa ilmu dan
pengetahuan modern, serta peradabannya. Sayang tidak lama setelah pihak
american university menyingkirkan bahasa Arab yang semula ditetapkan sebagai
bahasa pengantar. Bahkan, dunia pendidikan tinggi di Lebanon dan Syria pun
menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa yang tidak layak digunakan. Realitas ini
patut disayangkan dan disesali. Agaknya, ini terjadi karena adanya agenda
tersembunyi yang mereka lancarkan.
Sejak ilmu kedokteran mulai diajarkan kembali dengan bahasa
pengantar bahasa arab, bahasa Arab menempati posisinya kembali di dunia
pendidikan tinggi di hampir semua negara Arab. Pengaruh yang paling menonjol
dari perkembangan kebahasaan ini adalah timbulnya kecenderungan untuk
memperluas penggunaan kata-kata baru yang berasal dan diserap dari beberapa
dari beberapa bahasa Eropa. Kata-kata baru semacam itu jumlahnya semakin besar
dan penggunaannya dianggap memunculkan bahaya terhadap eksistensi bahasa Arab.
Karena itu, bangkitlah sebuah yang berusaha menghidupkan kembali pusaka
kebudayaan lama dan juga menghidupkan kembali penggunaan kata asli arab dari
bahasa arab fusha.
Untuk menyukseskan rencana gerakan itu, gerakan ini menggagas
percetakan dan penerbitan buku. Upaya mereka berhasil mendorong prcetakan dan
penerbitan buku di negara-negara Arab untuk memasyarakatkan kembali buku-buku
sastra arab dari segala zaman yang jumlahnya sangat banyak. Kehadiran buku-buku
sastra tersebut akhirnya melahirkan gerakan pemurnian bahasa arab seperti yang
pernah terjadi pada zaman sebelumnya. Perhatian gerakan ini bukan terbatas pada
menerbitkan kembali buku-buku ilmu nahwu (gramatikal bahasa arab) dan kamus,
melainkan juga memberi perhatian sangat khusus pada pembahasan masalah-masalah
yang menyangkut salah dan benar penggunaan bahasa.
Hasil yang paling mengagumkan dan tampak jelas ialah pengganti yang
banyak sekali kata asing dengan kata-kata asli arab dalam berbagai shigat (bentuk
kata) yang baru. Adapun segi bahasa yang dipengaruhi oleh bahasa eropa tetap
terbuka untuk menerima pengaruh dari bahasa eropa tersebut. Banyak ungkapan dan
kosakata dan sebenarnya hanya merupakan penerjemahan dari ungkapan salah satu
bahasa eropa, sedangkan gaya bahasanya tidak mengalami perubahan. Hal tersebut
banyak terdapat, terutama dalam bahasa jurnalistik.
Kini pembinaan dan pengembangan bahasa arab mulai menampakkan hasil
yang nyata. Terbukti bahwa bahasa arab termasuk bahasa tidak lagi terbelakang.
Bahkan kini, bahasa arab termasuk salah satu bahasa yang sangat berperan dan
menduduki posisi terhormat di forum internasional, terutama setelah digunakan
sebagai salah satu bahasa resmi di PBB. Setelah menempuh perkembangan selama
berabad-abad, bahasa arab kini menjadi bahasa resmi di Maroko, Aljazair,
Tunisia, Libia, Mesir, Sudan, Lebanon, Syria, Yordania, Irak, Saudi Arabia, dan
negara-negara lain di semenanjung arabia.
Dalam perkembangannya, bahasa Arab tersebut
sekarang dikategorikan dalam dua kelompok besar:
Pertama, classical Arabic, yaitu bahasa Arab Alqur’an, as-Sunnah, dan
bahasa arab Zaman kuno sampai sebelum zaman modern (zaman modern dimulai
kira-kira sejak perancis menduduki Mesir 1798).
Kedua, Neo-Classical Arabic atau Modern Arabic, yaitu bahasa
arab yang secara resmi digunakan sebagai bahasa sastra Arab modern, bahasa
buku-buku ilmiah, kuliah dan ceramah-ceramah ilmiah, bahasa surat-suat kabar,
majalah, dan bahasa pidato resmi kenegaraan dan bahasa administrasi
pemerintahan di negara-negara Arab.
Bahasa Arab yang digunakan untuk percakapan
sehari-hari adalah bahasa arab ‘amiyyah. Biasanya, bahasa arab dinamakan
juga dialek-dialek Arab baru (al-Lahajat al-‘Arabiyyah al-Haditsah).
Selain persamaan, antara satu dialek dengan dialek lainnya terdapat perbedaan
yang sangat khas. Perbedaan-perbedaan tersebut menyangkut kosakata (vocabulary)
dan pengucapan (pronunciation).
2.6
Peran bahasa Arab dalam dunia Islam
1.
Peranan bahasa Arab sebagai bahasa Agama
Kemampuan orang Arab dalam mengolah kata tidak perlu dipertanyakan
lagi, bangsa Arab terkenal dengan kemampuannya membuat puisi dan sya’ir,
setelah satu karakteristik bahasa Arab adalah memiliki makna kiasan atau makna
majazi dalam hal ini bahasa Arab
berperan sebagai alat untuk menungkapkan atau mengekspresikan keindahan bahasa
yang mereka miliki. dari sisi sejarah hal ini sangat mempengaruhi perkembangan
studi bahasa Arab karena pada awalnya pembelajaran bahasa menggunakan Al-Quran
dan Syair sebagai media. Selain itu bahasa Arab digunakan sebagai
istilah-istilah pada ritual keagamaan seperti Adzan,Iqamah, shalat dll
2.
Peranan bahasa Arab sebagai sarana perkambangan ilmu pengetahuan
Banyak bukti yang menyatakan bahwa bahasa Arab menjadi salah satu
faktor kejayaan Islam pada masanya, pasalnya banyak buku berbahasa Asing yang
diterjemahkan dalam bahasa Arab membantu para ilmuan untuk dapat menjadi handal
dalam bidang mereka masing-masing. Adanya buku-buku berbahsa Arab membantu para
ilmuan dalam mengkaji disiplin ilmu seperti kedokteran, perbintangan, sosial,
politik dan ilmu-ilmu lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat fasold tentang
salah satu fungsi bahasa yaitu, educational use ( bahasa digunakan
sebagai bahasa pengantar pembelajaran)
3.
Peranan bahasa Arab sebagai alat komunikasi
Beranjak dari fungsi utama bahasa sebagai alat komunikasi, maka
bahasa Arab sebagai bahasa internasional menjadi media komunikasi yang
mempengaruhi hubungan antar individu. kaum dan satu negara dengan negara
lainnya, dan lain sebagainya.
Selain itu bahasa Arab menjadi alat pemersatu ummat muslim, karena
pada hakikatnya tidak ada ummat muslim yang shalat dengan menggunakan bahasa
mereka sendiri meskipun sempatada usaha dari kepala negara Turki untuk
menjadikan bahasa nasionla mereka (turki) menjadi bacaan pada shalat mereka,
hal ini di tentang keras oleh para ulama karena shalat kaitannya dengan ritual
dan bersifat absolut. Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa internasional yang ditetapkan oleh PBB karena
kurang lebih 20 negara menggunakan bahasa Arab
2.7
Tokoh-tokoh pergerakan bahasa Arab serta karya-karyanya
Perkembangan
bahasa Arab tida lepas dari peran para cendikia yang telah mencurahkan
perhatiannya terhadap bahasa Arab dengan buah tangan mereka yang dijadikan
rujukan berbahasa. Berikut ini adalah tokoh-tokoh serta karya-karya mereka.
A.
Di Mesir
1.
Murtada Al-zabidi (wafat 1770) ulasan terhadap kamus arab yang
berjudu Al-Qomus karya aal-firuzadi, pada tema Taj al-arus ( mahkota pengantin)
2.
Al-Syarqowi (1737-1812) meringkas karya tata bahasa mugni
al-labib karangan ibnu Hasyim Al-Anshori
3.
Muhammad al-dusuqi (wafat
1815) ahli dalam bidang bahasa arab dan menuliskan tentang ungkapan-ungkapan
dialek dan mengulas karya al-taftazani (wafat 1390) dengan tema al-mukhtasar
4.
Ilyas Buqtur al-Qutbi (wafat 1821) yang menulis kamus pertama
arab-perancis
5.
Hasan Al-Attar (wafat 1834) Harian al-waqo’i al mishriyah,
komposisi denga judul insya’ al-attar dan buku tata bahasanya dengan judul
an-mandzumah fi-nahw seorang muridnya yang bernama Hasan Qowaidir (wafat 1846)
membuat ulasan tentang karya Attar intinya tentang kajian tadisional
6.
Tokoh kebangkitan budaya Arab Al-Tahtawi, dengan tahkfidz al-ibriz
yang menjadi respon terhadap dua kebudayaan tempat ia lahir (mesir) dan
tempatnya ia bekerja (paris), selain itu ia banyak menterjemahkan buku dari
bahasa pernacis ke bahasa Arab, seperti buku-buku kedokteran, geografi,
perundang undangan, dan masih banyak lagi macam-macam buku yang ia terjemahkan
dan hal ini memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kemajuan Islam
7.
Mustafa al-subki ( wafat 1860) seorang yang diutus untuk belajar
kedokteran di perancis kemudian
menterjemahkan kamus kedokteran karya fabre.
8.
Mustafa al-safti (wafat 1907) menulis tata bahasa, morfologi dan
sistem tulisan
9.
Muhammad al-najjari (wafat 1914)
menyusun kamus perncis-arab dalam lima jlid
10.
Tahtawi jauhari (1870-1939)
menulis tentang bahasa dan komposisi dengan judul nahdatu al ummah
11.
Ahmad Taymur (1871-1930) menyusun daftar kata popuer dalam bahasa
Arab dan mengoreksi kamus terkenal lisanul arab dan muhit al-muhit.
B.
Di bulan sabit subur ( Syiria libanon)
1.
Maronit Jirmanus Farhat (1670-1732) menulis lebih dari 100 buku
diberbagai bidang seperti tata bahasa, sastra, filsafat dan lain sebagainya,
karyanya yang khusus adalah Bahth Al-matalib buku yang membahas tentang
tata bahasa. Dia juga menterjemahkan bInjil dalam bahasa Arab
2.
Butrus al-bustani (1819-1882) terkena dengan kamusnya muhit al
muhit kemudian usahanya diteruskan oleh anaknya ( salim)
3.
Sulaiman al-Bustani dengan terjemahannya dan membantu menyelesaikan
ensklopedi yang ditulis Burtus sebelumnya
4.
Abdullah al-Bustani penyair dan ahli tata bahasa dengan bukunya
Al-maghribi dan al-kirmill
5.
Nasif al-yajizi (1788-1845)
dengan karyanya dalam bidang tata bahasa dan perkamusan. Seperti majma
al-bahrayn sebuah kumpulan karya sastra dan muamat al-hariri kumpulan kata
mutiara dan puisi-puisi, kiprah nasif dalam tata bahsa kemudian dilanjutak oleh
anaknya (khalil) dan Ibrahim (1847-1906) yaang menjadi kritikus bahasa yang
mana banyak mengkritik karya-karya sebelumnya. Dan masih banyak lagi
karya-karya dan tokoh-tokoh kebahasan yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Teks dan manuskrib tertua yang berbahasa Arab seperti yang terdapat
pada masa yang lebih dikenal dengan nama sastra jahili (adab al-jahiliyah) adalah
bukti bahwa bahasa Arab telah ada sebelum Islam. Alasan bahasa Arab menjadi
bahasa standar adalah Derajatnya amat tinggi, dan jauh diatas dialek-dialek
percakapan biasa yang berlaku sehari-hari dan Bahasa Arab standar tidak
mengenal ciri-ciri yang bersifat kedaerahan atau yang berkaitan dengan kabilah
tertentu. Apalagi setelah kedatangan Islam bahasa Arab makin berkembang pesat.
2.
Pada zaman pemerintahan Bani Umayyah
yang dibangun oleh Muawiyyah ibn Abu Sufyan terjadilah perubahan sosial yang
sangat dramatis dalam tubuh masyarakat islam. Orang-orang Arab (pendatang)
mulai berasimilasi dan bersosialisasi dengan pribumi karena kelompok sosial ini
semakin hari semakin bercampur. Pada saat yang bersamaan, penduduk asli
(pribumi) pun kemudian merasa butuh dan berkepentingan untuk mempelajari bahasa
Arab.
3.
Perkembanagan bahasa Arab pada masa Bani Abbasiyah segala yang
timbul dari masyarakat di gurun sahara mengenai masalah-masalah kebahasaan,
maka mereka meminta hujjah atau semacam biro konsultan bahasa kepada
orang-orang Arab Badui.Lahirnya kata-kata, istilah-istilah, ungkapan-ungkapan,
dan gaya bahasa baru yang tidak dapat dinyatakan oleh bahasa masyarakat Arab
Badui dengan kosakata dan gaya bahasa yang sangat terbatas dan hanya mampu
mencerminkan alam kehidupan bersahaja di padang pasir merupakan awal dari
kemunduran bahasa Arab.
4.
Bahwa dapat dikatakan bahwa abad ke enam hijriah merupakan abad
perkembangan baru yang sangat mengagumkan dalam perkembangan bahasa Arab. Perlu
dicatat bahwa perilaku atau kekeliruan dalam berbahasa sudah menjadi haaal
biasa dan bukan lagi rahasia umum di kalangan masyarakat terpelajar.Kalau pada
akhir abad dua hijriah, al-Kisa-i pernah mengatakan bahwa yang membuat
kesalahan dalam berbahasa adalah orang awam atau setengah awam.Awal mula masa
kemerosotan bahasa Arab ini terjadi kebersamaan dengan lahirnya negara yang di
pimpin Dinasti Saljuk. Kemerosotan dan kemuduran bahasa Arab semakin meningkat
setelah kota Baghdad jatuh ketangan orang-orang Mongolia pada 656 hijriah yang
meluluh-lantakkan kota itu. Akibatnya, semakin mendalam pengaruh kekuasaan
Kerajaan Mongolia di suatu daerah, semakin jauhlah daerah itu dari pusaka
kebudayaan dan bahasa Arab. Satu-satunya wilayah yang selamat dari penjajahan
Kerajaan Mongolia adalah Mesir.Wilayah ini masuk dan berada di bawah kendali Pemerintah
Mamalik.Pada abad tujuanan sembilan hijriah, Mesir mencapai kekayaan yang tidak
sedikit berkat hubungan dagang yang luas dengan India, dan pembukaan Terusan
Suez yang mulai membangkitkan perekonomian Mesir.Akibat lanjutan yang kemudian
dimunculkan dari hubungan itu adalah kehidupan mental-pikiran rakyat yang
selama ini lesu mulai bangkit.Kebangkitan itu mengalami kemajuan yang sangat
pesat dan melahirkan kebangkitan sastra di Mesir dan Syria.Setelah dikuasai
pemerrintah Kesultanan Usmaniyah pada 923 hijriah, Mesir mengalami kembali
kehidupan yang statis. Jadi, dapat dikatakan bahwa bahasa Arab mengalami
kemunduran dan memasuki puncak kemerosotan yang berlangsung sampai awal abad
sembilan belas.
5.
Studi bahasa Arab di Timur tengah
digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu: classical Arabic, bahasa
Arab Alqur’an, as-Sunnah, dan bahasa arab Zaman kuno sampai sebelum zaman
modern (zaman modern dimulai kira-kira sejak perancis menduduki Mesir 1798).
Dan Neo-Classical Arabic atau Modern Arabic, yaitu bahasa arab
yang secara resmi digunakan sebagai bahasa sastra Arab modern, bahasa buku-buku
ilmiah, kuliah dan ceramah-ceramah ilmiah, bahasa surat-suat kabar, majalah,
dan bahasa pidato resmi kenegaraan dan bahasa administrasi pemerintahan di
negara-negara Arab.
6.
Peran bahasa Arab terhadap Islam secara umum ada tiga: peranan
sebagai bahasa agama, sebagi alat komunikasi, dan sarana perkembangan ilmu
pengetahuan
7.
Perkembangan bahasa Arab tidak lepas dari peran para cendikia yang
telah mencurahkan perhatiannya terhadap bahasa Arab dengan buah tangan mereka
yang dijadikan rujukan berbahasa, hasil karya mereka meliputi perkamusan,
terjemahan dalam berbagai bidang, . Di
mesir terkenal dengan para cendikia sebagai berikut Murtada Al-zabidi ,
Al-Syarqowi, Muhammad al-dusuqi , Ilyas Buqtur al-Qutb, Hasan Al-Attar,
Al-Tahtawi, Mustafa al-subki , Muhammad al-najjari ,Mustafa al-safti ,Ahmad
Taymur ,Tahtawi jauhari sedangkan di
daerah bulan sabit subur ( Syiria libanon)
terkenal dengan Maronit Jirmanus Farhat, Butrus al-bustani, Nasif
al-yajizi, Abdullah al-Bustani, Sulaiman al-Bustani.
B.
Penutup
Demikianlah makalah singkat kami yang berjudul “perkembangan
studi Islam di Timur Tengah ” kami selseikan dengan ucapan “hamdalah”. Penulis sangat menyadari
banyak hal-hal yang mesti diperbaiki dalam penulisan dan penyusunan makalah ini
oleh karena itu penulis sangat membutuhkan saran ataupun koreksian dari para
pembaca.
Semoga membawa manfaat
untuk proses pembelajaran kita semua dan juga dapat dan semogamenjadi amal perbuatanyang bernilai berkah
dari Allah (Amiiin).
Daftar Pustaka
1.
Drs. Abdul
Chaer, Linguistik umum, Jakarta, Reneka cipta.2003
2.
Drs.
Syamsyuddin Asyrofi,MM, Metodologi pembelajaran bahasa Arab, yogyakarta Idea press. 2010
3.
H. Abdul Muin
MA, Ananlisis kontrastif bahas Arab dan bahasa Indonesia. Jakarta, Pustaka
Al-husna Baru. 2004
4.
Anwar G.
Chejne , Bahasa Arab dan peranannya dalam sejarah. Jakarta, 1996
5.
Fathul mujib
Rekonstruksi pendidikan bahasa Arab, Yogyakarta ,Pedagogia,2010
6.
The arabic
language, colombia university press, new york, 1997
Belum ada tanggapan untuk "MAKALAH PERKEMBANGAN BAHASA ARAB"
Post a Comment